Video Discription |
Salman al-Farisi, beliau merupakan sahabat Nabi Muhammad SAW. Kisah cinta Salman terjadi saat ia tinggal di Madinah setelah menjadi Muslim dan menjadi salah satu sahabat dekat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.
Salman diam-diam menaruh perasaan pada seorang Muslimah yang berasal dari kalangan Anshar. Demi menyempurnakan sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, maka Salman pun memantapkan hati untuk melamar pujaan hatinya tersebut. Namun, ia tak berani melamarnya. Sebagai seorang imigran, ia merasa asing dengan tempat tinggalnya, Madinah.
Bagaimana adat melamar wanita di kalangan masyarakat Madinah? Bagaimana tradisi Anshar saat mengkhitbah wanita? Demikian yang dipikirkan Salman. Ia tak tahu-menahu mengenai budaya Arab. Tentu saja tak bisa sembarangan tiba-tiba datang mengkhitbah wanita tanpa persiapan matang.
Kemudian Salman mendatangi seorang sahabatnya yang merupakan penduduk asli Madinah, Abu Darda’. Ia bermaksud meminta bantuan Abu Darda’ untuk menemaninya saat mengkhitbah wanita impiannya. Mendengarnya, Abu Darda’ pun begitu girang. “Subhanallah wa alhamdulillah,” ujarnya begitu senang mendengar sahabatnya berencana untuk menikah. Ia pun memeluk Salman dan bersedia membantu dan mendukungnya.
Setelah beberapa hari mempersiapkan segala sesuatu, Salman pun mendatangi rumah sang gadis dengan ditemani Abu Darda’. Keduanya begitu gembira. Setiba di rumah wanita salihah tersebut, keduanya pun diterima dengan baik oleh tuan rumah.
“Saya adalah Abu Darda’ dan ini adalah saudara saya Salman dari Persia. Allah telah memuliakan Salman dengan Islam. Salman juga telah memuliakan Islam dengan jihad dan amalannya. Ia memiliki hubungan dekat dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan, Rasulullah menganggapnya sebagai ahlu bait (keluarga)-nya,” ujar Abu Darda’ menggunakan bahasa Arab setempat dengan sangat lancar dan fasih.
“Saya datang mewakili saudara saya, Salman, untuk melamar putri Anda,” katanya melanjutkan kepada wali si wanita menjelaskan maksud kedatangan mereka. Mendengarnya, si tuan rumah merasa terhormat. Tentu saja, ia kedatangan dua orang sahabat Rasulullah yang utama. Salah satunya bahkan berkeinginan melamar putrinya. “Sebuah kehormatan bagi kami menerima sahabat Rasulullah yang mulia. Sebuah kehormatan pula bagi keluarga kami jika memiliki menantu dari kalangan sahabat,” ujar ayah si wanita.
Namun, sang ayah tidaklah kemudian segera menerimanya. Seperti yang diajarkan Rasulullah, ia harus bertanya pendapat putrinya mengenai lamaran tersebut. Meski yang datang adalah seorang sahabat Rasul, sang ayah tetap meminta persetujuan sang putri. “Jawaban lamaran ini merupakan hak putri kami sepenuhnya. Oleh karena itu, saya serahkan kepada putri kami,” ujarnya kepada Abu Darda’ dan Salman al-Farisi.
Sang tuan rumah pun kemudian memberikan isyarat kepada istri dan putrinya yang berada di balik hijab. Rupanya, putrinya telah menanti memberikan pendapatnya mengenai pria yang melamarnya. Mewakili sang putri, ibunya pun berkata, “Mohon maaf kami perlu berterus terang,” katanya membuat Salman dan Abu Darda’ tegang menanti jawaban. “Maaf atas keterusterangan kami. Putri kami menolak lamaran Salman,” jawab ibu si wanita tentu saja akan menghancurkan hati Salman. Namun, Salman tetap tegar.
Tak sampai di situ, sang ibunda melanjutkan jawaban putrinya. “Namun, karena kalian berdualah yang datang dan mengharap ridha Allah, saya ingin menyampaikan bahwa putri kami akan menjawab iya jika Abu Darda’ memiliki keinginan yang sama, seperti Salman,” kata ibu si wanita salihah idaman Salman yang diinginkannya untuk menjadi istrinya.
Namun, justru wanita itu memilih Abu Darda’, yang hanya menemani Salman. Jika seperti pria pada umumnya maka hati Salman pasti hancur berkeping-keeping. Ia akan merasakan patah hati yang teramat sangat. Namun, Salman merupakan pria saleh, seorang mulia dari kalangan sahabat Rasulullah. Dengan ketegaran hati yang luar biasa, ia justru menjawab, “Allahu akbar!” seru Salman girang.
Tapi siapa sangka, dalam keadaan patah hati, Salman al-Farisi tidak membenci sahabatnya. Ia justru turut berbahagia. Perasaan ikhlas dan tegar menghantarkan Salman untuk melepaskan harapan dan berkata, “semua mahar dan nafkah yang sudah aku persiapkan ini aku serahkan kepada Abu Darda. Dan aku pula yang akan menjadi saksi pernikahan mereka”. ujar Salman dengan kelapangan hati yang begitu hebat.
#KisahIslami #KisahSahabatNabi #TintaMahabbah [t5X2-ZSD8iA] |